Rabu, 11 Desember 2013
WWF Minta Kemenhut Menindak Perusahaan Penebang Kayu Ramin Ilegal
Moksa Hutasoit - detikNews
Jakarta - Kayu ramin termasuk jenis kayu yang dilindungi. Bahkan pemanfaatannya harus mendapat izin dari pemerintah. WWF mendesak agar para penebang kayu tersebut dapat ditindak.
Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead mengutip laporan Greenomics Indonesia yang dirilis kemarin (10/12). Kajian Greenomics Indonesia bertajuk 'Investigation by Forestry Ministry Following Greenpeace Report Proves That Two APP Subsidiaries Involved In Felling And Supplying Ramin Logs' mengungkapkan bahwa dua perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Rimba Hutani Mas (RHM) dan PT Kalimantan Subur Permai (KSP), keduanya pemasok Asia Pulp and Paper (APP) menebang tanpa izin dan menjual kayu ramin ke PT Indah Kiat Pulp and Paper milik Sinar Mas Group/APP pada tahun 2012.
Dan masih mengutip laporan Greenomics Indonesia, kasus ini bahkan seperti mentok di tengah jalan.
"WWF mendorong agar Kemenhut dapat menuntaskan proses investigasi ini dan dan mengenakan sanksi tegas kepada perusahaan manapun yang terbukti melanggar," ujar Nazir dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
"Sudah semestinya, Kemenhut tidak memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan yang terindikasi kuat melakukan penebangan hutan alam dan kayu Ramin secara illegal, seperti RHM dan KSP, untuk memperoleh ijin baru pengelolaan hutan," sambungnya lagi.
Kayu Ramin masuk kategori "rentan" dalam daftar merah IUCN dan Apendix II di daftar CITES. Artinya, perdagangannya secara komersil sangat ketat.
Menurut kajian Greenomics Indonesia penebangan dan pemasokan kayu ramin oleh kedua perusahaan HTI, yakni PT Rimba Hutani Mas di Sumatera Selatan dan PT Kalimantan Subur Permai di Kalimantan Barat, tidak memiliki izin. Kajian tersebut didasarkan atas investigasi Kementerian Kehutanan menindaklanjuti laporan Greenpeace pada tahun 2012.
Moksa Hutasoit - detikNews
Jakarta - Kayu ramin termasuk jenis kayu yang dilindungi. Bahkan pemanfaatannya harus mendapat izin dari pemerintah. WWF mendesak agar para penebang kayu tersebut dapat ditindak.
Direktur Konservasi WWF Indonesia, Nazir Foead mengutip laporan Greenomics Indonesia yang dirilis kemarin (10/12). Kajian Greenomics Indonesia bertajuk 'Investigation by Forestry Ministry Following Greenpeace Report Proves That Two APP Subsidiaries Involved In Felling And Supplying Ramin Logs' mengungkapkan bahwa dua perusahaan pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT Rimba Hutani Mas (RHM) dan PT Kalimantan Subur Permai (KSP), keduanya pemasok Asia Pulp and Paper (APP) menebang tanpa izin dan menjual kayu ramin ke PT Indah Kiat Pulp and Paper milik Sinar Mas Group/APP pada tahun 2012.
Dan masih mengutip laporan Greenomics Indonesia, kasus ini bahkan seperti mentok di tengah jalan.
"WWF mendorong agar Kemenhut dapat menuntaskan proses investigasi ini dan dan mengenakan sanksi tegas kepada perusahaan manapun yang terbukti melanggar," ujar Nazir dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (11/12/2013).
"Sudah semestinya, Kemenhut tidak memberi kesempatan bagi perusahaan-perusahaan yang terindikasi kuat melakukan penebangan hutan alam dan kayu Ramin secara illegal, seperti RHM dan KSP, untuk memperoleh ijin baru pengelolaan hutan," sambungnya lagi.
Kayu Ramin masuk kategori "rentan" dalam daftar merah IUCN dan Apendix II di daftar CITES. Artinya, perdagangannya secara komersil sangat ketat.
Menurut kajian Greenomics Indonesia penebangan dan pemasokan kayu ramin oleh kedua perusahaan HTI, yakni PT Rimba Hutani Mas di Sumatera Selatan dan PT Kalimantan Subur Permai di Kalimantan Barat, tidak memiliki izin. Kajian tersebut didasarkan atas investigasi Kementerian Kehutanan menindaklanjuti laporan Greenpeace pada tahun 2012.
Minggu, 17 November 2013
Dalam rangkaian pelaksanaan bedah kinerja IUPHHK-HT Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman melaksanakan Bedah Kinerja IUPHHK-HT di Jambi. Acara tersebut dibuka secara resmi oleh Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan yang didampingi oleh Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, APHI Pusat dan Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman. Acara yang berlangsung selama 2 (dua) hari tersebut dilaksanakan di Hotel Abadi Suite Hotel Jambi yang dihadiri oleh Komisaris/Direktur IUPHHK-HT di Provinsi Jambi, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten se-Provinsi Jambi dan undangan lainnya.
Dalam sambutannya Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) Bambang Hendroyono menyampaikan bahwa acara ini merupakan inisiatif Kementerian Kehutanan dalam hal ini Ditjen BUK sehubungan dengan banyaknya permasalahan konflik yang terjadi di IUPHHK-HT. Menurut Bambang total luas areal definitif IUPHHK-HT secara nasional mencapai 9,9 juta ha dengan 249 unit IUPHHK-HT dimana di Provinsi Jambi sendiri terdapat 17 unit aktif yang tediri dari 11 unit Swasta Murni dan 6 unit Patungan Swasta dan BUMN. Dengan dilakukannya bedah kinerja ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya menggerakan kembali kepedulian semua pihak bahwa Hutan Produksi yang ada pemegang izin-nya bekerja atau tidak sehingga dari evaluasi kinerja tersebut dapat dilakukan pemetaan sebagai bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengemukakan bahwa luas kawasan hutan di Provinsi Jambi seluas 2,1juta ha terdiri dari Hutan Produksi 1,241.758 ha, Hutan Lindung 179.926 ha dan Hutan Konservasi 686.095 Ha. Hutan produksi yang telah dibebani hak mencapai ±909.000 ha dan dibebani IUPHHK-HT seluas ±706.000 ha. Saat ini konflik lahan hampir terjadi secara menyeluruh di Provinsi Jambi sehingga salah satu fokus penyelesaian konflik adalah melalui mekanisme yang diatur dalam Permenhut P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan Kehutanan. Evaluasi kinerja IUPHHK-HT perlu dilakukan karena tidak sedikit IUPHHK-HT yang menyalahi komitmen penanaman, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui yang baik dan tidak dan untuk mengingatkan kewajiban penanaman sehingga jika kewajiban tidak dilaksanakan dapat dikenakan peringatan dan atau pencabutan izin.
Pelaksanaan bedah kinerja dilakukan dengan model pemaparan atau ekspos oleh masing-masing pemegang ijin yang diwakili oleh Komisaris atau Direksi dihadapan Narasumber dari Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman, Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Usaha Kawasan, Direktorat Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial, Biro Hukum dan Organisasi, Biro Keuangan, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Kabupaten setempat dan BP2HP Wilayah IV Jambi.
Hasil pelaksanaan bedah kinerja masing-masing IUPHHK-HT tersebut dituangkan dalam Berita Acara dan Rencana Aksi (Action Plan) terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pemegang IUPHHK-HT untuk selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap Rencana aksi tersebut setelah 60 (enam puluh) hari kalender. (man).
Dalam sambutannya Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan (BUK) Bambang Hendroyono menyampaikan bahwa acara ini merupakan inisiatif Kementerian Kehutanan dalam hal ini Ditjen BUK sehubungan dengan banyaknya permasalahan konflik yang terjadi di IUPHHK-HT. Menurut Bambang total luas areal definitif IUPHHK-HT secara nasional mencapai 9,9 juta ha dengan 249 unit IUPHHK-HT dimana di Provinsi Jambi sendiri terdapat 17 unit aktif yang tediri dari 11 unit Swasta Murni dan 6 unit Patungan Swasta dan BUMN. Dengan dilakukannya bedah kinerja ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya menggerakan kembali kepedulian semua pihak bahwa Hutan Produksi yang ada pemegang izin-nya bekerja atau tidak sehingga dari evaluasi kinerja tersebut dapat dilakukan pemetaan sebagai bahan pengambilan kebijakan lebih lanjut.
Dalam kesempatan yang sama Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi mengemukakan bahwa luas kawasan hutan di Provinsi Jambi seluas 2,1juta ha terdiri dari Hutan Produksi 1,241.758 ha, Hutan Lindung 179.926 ha dan Hutan Konservasi 686.095 Ha. Hutan produksi yang telah dibebani hak mencapai ±909.000 ha dan dibebani IUPHHK-HT seluas ±706.000 ha. Saat ini konflik lahan hampir terjadi secara menyeluruh di Provinsi Jambi sehingga salah satu fokus penyelesaian konflik adalah melalui mekanisme yang diatur dalam Permenhut P.39/Menhut-II/2013 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat melalui Kemitraan Kehutanan. Evaluasi kinerja IUPHHK-HT perlu dilakukan karena tidak sedikit IUPHHK-HT yang menyalahi komitmen penanaman, sehingga perlu dilakukan evaluasi untuk mengetahui yang baik dan tidak dan untuk mengingatkan kewajiban penanaman sehingga jika kewajiban tidak dilaksanakan dapat dikenakan peringatan dan atau pencabutan izin.
Pelaksanaan bedah kinerja dilakukan dengan model pemaparan atau ekspos oleh masing-masing pemegang ijin yang diwakili oleh Komisaris atau Direksi dihadapan Narasumber dari Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman, Direktorat Bina Rencana Pemanfaatan Usaha Kawasan, Direktorat Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial, Biro Hukum dan Organisasi, Biro Keuangan, Dinas Kehutanan Provinsi Jambi, Dinas Kehutanan Kabupaten setempat dan BP2HP Wilayah IV Jambi.
Hasil pelaksanaan bedah kinerja masing-masing IUPHHK-HT tersebut dituangkan dalam Berita Acara dan Rencana Aksi (Action Plan) terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi oleh pemegang IUPHHK-HT untuk selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap Rencana aksi tersebut setelah 60 (enam puluh) hari kalender. (man).
Selasa, 27 Agustus 2013
Laporan Pencapaian Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman Bulan Juli 2013
download
download
Senin, 19 Agustus 2013
TEMPO.CO, Jakarta -- Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto, meminta pemerintah mempermudah izin pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) sebagai insentif diperpanjangnya moratorium izin hutan. Selain itu, Purwadi juga berharap adanya penyederhanaan aturan serta peringanan pajak dan pungutan.
Sebab, katanya, selama dua tahun ini, perkembangan HTI dinilai sangat lambat. Hanya ada empat unit usaha HTI dengan lahan tidak lebih dari 200 ribu hekatare yang mendapat perizinan.
Menurut Purwadi, ada sekitar 33,6 juta hektare tidak produktif yang kecil kemungkinannya dijadikan HPH karena potensinya sudah sangat kecil. “Asumsi kami, area itu sangat potensial untuk HTI. Kami harap, perizinan HTI ini dapat didorong sehingga area itu dapat direhabilitasi dan sejalan dengan tujuan moratorium," katanya di Jakarta, Senin 20 Mei 2013.
Menurutnya, Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan negara-negara pengembang HTI di dunia. Data FAO tahun 2010 menempatkan Indonesia di bawah posisi sepuluh besar. "Padahal, target kita pada 2025 itu punya hutan tanaman 10 juta hektare yang diharapkan bisa menyumbang bahan baku untuk industri kehutanan yang mencapai sekitar 320 juta meter kubik," ujar Purwadi.
Dia berpendapat, menurunnya pasokan kayu dari hutan alam akan berdampak pada tingginya kebutuhan pada hutan tanaman untuk masa mendatang. Purwadi khawatir adanya guncangan terhadap pasokan bahan baku pada lima sampai sepuluh tahun mendatang jika pertumbuhan terus berjalan lambat.
Dia menambahkan ada persoalan industri kehutanan yang sekarang harus dijadikan prioritas utama untuk diperhatikan karena menyangkut perkembangan devisa non-migas dari sektor kehutanan, misalnya pulp dan kertas. “Kita hanya ingin moratorium izin hutan dapat merealisasikan penurunan emisi, namun pertumbuhan ekonomi harus berjalan pada saat yang bersamaan."
Purwadi mengatakan pertumbuhan tanaman tahunan (Riap) Indonesia masih tertinggal. "Tanaman HTI baru bisa ditebang pada umur enam tahun. Rata-rata pertumbuhan setiap tahun 25 meter kubik. Jadi, pertumbuhan selama enam tahun hanya 150 meter kubik," katanya.
Menurut dia, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Misalnya, Brasil dan Cina sudah bisa mencapai Riap 40 meter kubik per tahun. Jadi, negara-negara itu sudah bisa mencapai Riap 240 meter kubik selama enam tahun.
Purwadi menjelaskan, Indonesia tertinggal dalam dua hal, yaitu dalam segi luasan dan produktivitas. Dia menyarankan agar para pelaku usaha memperkuat penelitian dan pengembangan (litbang) serta mendorong benih-benih unggul melalui rekayasa genetik dan pemulihan produk. "Dari sisi litbang, kita sudah bisa mencapai angka produksi 50 hingga 60 meter kubik. Tapi, secara komersil belum bisa karena cakupannya jauh lebih luas," katanya. Dia menjelaskan hanya ada segelintir perusahaan besar yang sudah menargetkan produksinya hingga 40 meter kubik saat ini.
ARIEF HARI WIBOWO
sumber : www.tempo.co.
Sebab, katanya, selama dua tahun ini, perkembangan HTI dinilai sangat lambat. Hanya ada empat unit usaha HTI dengan lahan tidak lebih dari 200 ribu hekatare yang mendapat perizinan.
Menurut Purwadi, ada sekitar 33,6 juta hektare tidak produktif yang kecil kemungkinannya dijadikan HPH karena potensinya sudah sangat kecil. “Asumsi kami, area itu sangat potensial untuk HTI. Kami harap, perizinan HTI ini dapat didorong sehingga area itu dapat direhabilitasi dan sejalan dengan tujuan moratorium," katanya di Jakarta, Senin 20 Mei 2013.
Menurutnya, Indonesia sudah tertinggal jauh dibandingkan negara-negara pengembang HTI di dunia. Data FAO tahun 2010 menempatkan Indonesia di bawah posisi sepuluh besar. "Padahal, target kita pada 2025 itu punya hutan tanaman 10 juta hektare yang diharapkan bisa menyumbang bahan baku untuk industri kehutanan yang mencapai sekitar 320 juta meter kubik," ujar Purwadi.
Dia berpendapat, menurunnya pasokan kayu dari hutan alam akan berdampak pada tingginya kebutuhan pada hutan tanaman untuk masa mendatang. Purwadi khawatir adanya guncangan terhadap pasokan bahan baku pada lima sampai sepuluh tahun mendatang jika pertumbuhan terus berjalan lambat.
Dia menambahkan ada persoalan industri kehutanan yang sekarang harus dijadikan prioritas utama untuk diperhatikan karena menyangkut perkembangan devisa non-migas dari sektor kehutanan, misalnya pulp dan kertas. “Kita hanya ingin moratorium izin hutan dapat merealisasikan penurunan emisi, namun pertumbuhan ekonomi harus berjalan pada saat yang bersamaan."
Purwadi mengatakan pertumbuhan tanaman tahunan (Riap) Indonesia masih tertinggal. "Tanaman HTI baru bisa ditebang pada umur enam tahun. Rata-rata pertumbuhan setiap tahun 25 meter kubik. Jadi, pertumbuhan selama enam tahun hanya 150 meter kubik," katanya.
Menurut dia, Indonesia masih tertinggal jauh dari negara-negara lain. Misalnya, Brasil dan Cina sudah bisa mencapai Riap 40 meter kubik per tahun. Jadi, negara-negara itu sudah bisa mencapai Riap 240 meter kubik selama enam tahun.
Purwadi menjelaskan, Indonesia tertinggal dalam dua hal, yaitu dalam segi luasan dan produktivitas. Dia menyarankan agar para pelaku usaha memperkuat penelitian dan pengembangan (litbang) serta mendorong benih-benih unggul melalui rekayasa genetik dan pemulihan produk. "Dari sisi litbang, kita sudah bisa mencapai angka produksi 50 hingga 60 meter kubik. Tapi, secara komersil belum bisa karena cakupannya jauh lebih luas," katanya. Dia menjelaskan hanya ada segelintir perusahaan besar yang sudah menargetkan produksinya hingga 40 meter kubik saat ini.
ARIEF HARI WIBOWO
sumber : www.tempo.co.
Selasa, 25 Juni 2013
Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kementerian Kehutanan, Bambang Hendroyono membuka Komunikasi/Dialog Pembangunan Kehutanan bidang Bina Usaha Kehutanan (BUK) pada hari Selasa 24 Juni 2013 di Hotel Menara Peninsula Jakarta dengan tema Sinergitas Pusat dan Pemerintah Provinsi alam Pengelolaan Hutan Produksi Lestari untuk kesejahteraan Masyarakat yang dihadiri oleh 34 (tiga puluh empat) Kepala Dinas Kehutanan Provinsi, Pejabat Eselon II, III dan IV lingkup Direktorat Jenderal BUK.
Menurut Bambang Hendroyono, kegiatan ini bertujuan sebagai upaya dialog antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan pemerintah provinsi yang diwakili Dinas Kehutanan Provinsi dan menggali akar permasalahan-permasalahan potensial di bidang Bina Usaha Kehutanan sehingga diperoleh solusi dan kebijakan yang tepat dalam penanganannya.
Direktorat Jenderal BUK akan mengawal reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan melalui 3 (tiga) pilar yaitu Tata Kelola yang tepat, pelayanan yang cepat dan pengawasan yang ketat. (mp)
Arahan Dirjen BUK (download)
Menurut Bambang Hendroyono, kegiatan ini bertujuan sebagai upaya dialog antara pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kehutanan dan pemerintah provinsi yang diwakili Dinas Kehutanan Provinsi dan menggali akar permasalahan-permasalahan potensial di bidang Bina Usaha Kehutanan sehingga diperoleh solusi dan kebijakan yang tepat dalam penanganannya.
Direktorat Jenderal BUK akan mengawal reformasi birokrasi di Kementerian Kehutanan melalui 3 (tiga) pilar yaitu Tata Kelola yang tepat, pelayanan yang cepat dan pengawasan yang ketat. (mp)
Arahan Dirjen BUK (download)
Selasa, 02 April 2013
Bertempat di Hotel Ciputra Jakarta Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman menyelenggarakan Workshop Evaluasi Kinerja Hutan Tanaman Industri yang berlangsung dari tanggal 27-28 Maret 2013. Workshop dibuka secara resmi oleh Direktur Bina Usaha Kehutanan, Ir. Bambang Hendryono,MM sekaligus penyematan Pin Simbol Wajib PHPL 2013 bagi 10 pemegang IUPHHK-HT dan 3 KPH Perum Perhutani yang akan dilakukan Penilaian Kinerja PHPL dengan skema mandatory. Workshop Evaluasi Kinerja HTI dihadiri oleh undangan terkait, Pemegang IUPHHK-HT dan Hak Pengelolaan, Dinas Kehutanan Provinsi,Dinas Kehutanan Kabupaten dan BP2HP se-Indonesia serta Lembaga Penilaian PHPL.
Dalam sambutannya Direktur Jenderal BUK menyampaikan bahwa Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi untuk saat ini dan saat yang akan datang, apabila produk-produk kehutanan dari Indonesia dapat diterima di pasar internasional. Menteri Kehutanan telah menetapkan bahwa semua IUPHHK wajib bersertifikat PHPL per tanggal 30 Juni 2013.
Pada kesempatan tersebut juga disampaikan pemaparan materi Workshop oleh Narasumber yaitu Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman, Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Staf Khusus bidang Perundang-undangan, Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Pemanfaatan Hutan.
Menurut Ir. Timbul Batubara,M.Si. selaku Ketua Panitia kegiatan workshop ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja HTI dengan berbagai masalah dan kendala terkini yang dihadapi yang bertujuan untuk meningkatkan performance pengelolaan hutan tanaman berbasis PHPL sehingga tercapai manajamen pembangunan hutan tanaman kelas dunia. Disamping itu dapat membuka wawasan para pemegang izin terhadap perkembangan terkini tentang bisnis hutan tanaman serta data dan informasi hutan tanaman dapat tervalidasi dengan baik.
Materi Workshop dapat didownload di bawah ini :
1. Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman,
2. Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan,
3. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan,
4. Staf Khusus bidang Perundang-undangan,
5. Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan,
6. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan
7. Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Pemanfaatan Hutan
8. Kepala Biro Keuangan Kemenhut
9. Arahan dan Sambutan Dirjen BUK
Dalam sambutannya Direktur Jenderal BUK menyampaikan bahwa Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) merupakan hal yang tidak dapat ditawar lagi untuk saat ini dan saat yang akan datang, apabila produk-produk kehutanan dari Indonesia dapat diterima di pasar internasional. Menteri Kehutanan telah menetapkan bahwa semua IUPHHK wajib bersertifikat PHPL per tanggal 30 Juni 2013.
Pada kesempatan tersebut juga disampaikan pemaparan materi Workshop oleh Narasumber yaitu Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman, Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan, Staf Khusus bidang Perundang-undangan, Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan, Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Pemanfaatan Hutan.
Menurut Ir. Timbul Batubara,M.Si. selaku Ketua Panitia kegiatan workshop ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja HTI dengan berbagai masalah dan kendala terkini yang dihadapi yang bertujuan untuk meningkatkan performance pengelolaan hutan tanaman berbasis PHPL sehingga tercapai manajamen pembangunan hutan tanaman kelas dunia. Disamping itu dapat membuka wawasan para pemegang izin terhadap perkembangan terkini tentang bisnis hutan tanaman serta data dan informasi hutan tanaman dapat tervalidasi dengan baik.
Materi Workshop dapat didownload di bawah ini :
1. Direktur Bina Usaha Hutan Tanaman,
2. Direktur Bina Iuran Kehutanan dan Peredaran Hasil Hutan,
3. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan,
4. Staf Khusus bidang Perundang-undangan,
5. Direktur Pengukuhan, Penatagunaan dan Tenurial Kawasan Hutan,
6. Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan
7. Direktur Wilayah Pengelolaan dan Penyiapan Pemanfaatan Hutan
8. Kepala Biro Keuangan Kemenhut
9. Arahan dan Sambutan Dirjen BUK
Kamis, 21 Maret 2013
TEMPO.CO, Jakarta - PT Inhutani III akan memasok 300 ribu ton tanaman trubusan untuk bahan baku pabrik palet kayu (wood chips) PT SL Agro Industry. Oleh SL Agro, palet tersebut akan diolah menjadi bahan bakar ramah lingkungan pengganti batubara. Bahan energi ini kemudian akan dijual kepada perusahaan energi asal Korea, Korean Western Power Co Ltd.
Sebagai penanda awal kerja sama tersebut, sebuah memorandum of understanding akan ditandatangani oleh tiga perusahaan tersebut. "Penandatanganan MoU ini sebagai pengesahan perjanjian ketiga perusahaan itu," kata Direktur Utama Inhutani III, Bambang Widiantoro di Kementerian Kehutanan, Selasa, 19 Maret 2013.
Bambang menargetkan, kerja sama itu akan menambah pendapatan total perusahaan hingga 10 persen dari pendapatan total perusahaan selama 2012 yang sebesar Rp 80 miliar. "Bahkan saat mereka bisa memasok kayu secara maksimal hingga 300 ribu ton, pendapatan total perusahaan kami bisa meningkatkan hingga 25 persen dari pendapatan total kami saat ini," kata Bambang.
Untuk awal perjanjian, kata Bambang, Inhutani III akan memasok bahan baku ke pabrik SL Agro Industry sebanyak 30 ribu ton pada Agustus tahun ini. Inhutani akan menambah pasokan tanaman trubusan menjadi 100 ribu ton pada 2014 mendatang. Lalu pada 2015, Inhutani III kembali menambah pasokan menjadi 300 ribu ton.
Seluruh pasokan tanaman tersebut, kata Bambang, didapat Inhutani III dari hutan konsesi mereka di Pelaihari, Kalimantan Selatan. Mereka memiliki hutan tanaman industri di sana seluas 25 ribu hektar. Sebanyak 5.000 hektar area akan ditanami tanaman trubusan seperti pohon sengon, ekaliptus, dan glirisidia untuk bahan baku palet kayu SL Agro Industry.
Tanaman tersebut dipilih karena lebih mudah tumbuh dan dalam waktu dua tahun sudah dapat ditebang sehingga lebih cepat dipanen. Selain itu, tanaman tersebut juga memiliki kandungan kalori yang cukup baik sebagai bahan bakar pengganti batubara. "Kandungan kalori dari tanaman yang kami pasok saat menjadi palet kayu bisa mencapai 4.800 kalori per kilogram," kata Bambang.
Untuk mempersiapkan bisnis usaha pemasokan tersebut, kata Bambang, Inhutani III telah menyiapkan dana investasi sebesar Rp 40 miliar untuk menanam tanaman trubusan di hutan tanaman tanaman industri mereka. Inhutani III juga berencana untuk mengajukan pinjaman dari badan layanan umum Kementerian Kehutanan sebesar Rp 34 miliar untuk tambahan modal menanam tanaman trubusan dengan masa tenor pinjaman tiga tahun.
CEO Korean Western Power Co Ltd, You Dongsoo, menyambut baik kerja sama tiga perusahaan tersebut. Ia berharap, perjanjian tersebut dapat menguntungkan ketiga perusahaan. "Kerja sama ini akan menjadikan kami sebagai penyedia energi terbarukan berbasis palet kayu," kata Dongsoo pada kesempatan yang sama.
Sebagai penanda awal kerja sama tersebut, sebuah memorandum of understanding akan ditandatangani oleh tiga perusahaan tersebut. "Penandatanganan MoU ini sebagai pengesahan perjanjian ketiga perusahaan itu," kata Direktur Utama Inhutani III, Bambang Widiantoro di Kementerian Kehutanan, Selasa, 19 Maret 2013.
Bambang menargetkan, kerja sama itu akan menambah pendapatan total perusahaan hingga 10 persen dari pendapatan total perusahaan selama 2012 yang sebesar Rp 80 miliar. "Bahkan saat mereka bisa memasok kayu secara maksimal hingga 300 ribu ton, pendapatan total perusahaan kami bisa meningkatkan hingga 25 persen dari pendapatan total kami saat ini," kata Bambang.
Untuk awal perjanjian, kata Bambang, Inhutani III akan memasok bahan baku ke pabrik SL Agro Industry sebanyak 30 ribu ton pada Agustus tahun ini. Inhutani akan menambah pasokan tanaman trubusan menjadi 100 ribu ton pada 2014 mendatang. Lalu pada 2015, Inhutani III kembali menambah pasokan menjadi 300 ribu ton.
Seluruh pasokan tanaman tersebut, kata Bambang, didapat Inhutani III dari hutan konsesi mereka di Pelaihari, Kalimantan Selatan. Mereka memiliki hutan tanaman industri di sana seluas 25 ribu hektar. Sebanyak 5.000 hektar area akan ditanami tanaman trubusan seperti pohon sengon, ekaliptus, dan glirisidia untuk bahan baku palet kayu SL Agro Industry.
Tanaman tersebut dipilih karena lebih mudah tumbuh dan dalam waktu dua tahun sudah dapat ditebang sehingga lebih cepat dipanen. Selain itu, tanaman tersebut juga memiliki kandungan kalori yang cukup baik sebagai bahan bakar pengganti batubara. "Kandungan kalori dari tanaman yang kami pasok saat menjadi palet kayu bisa mencapai 4.800 kalori per kilogram," kata Bambang.
Untuk mempersiapkan bisnis usaha pemasokan tersebut, kata Bambang, Inhutani III telah menyiapkan dana investasi sebesar Rp 40 miliar untuk menanam tanaman trubusan di hutan tanaman tanaman industri mereka. Inhutani III juga berencana untuk mengajukan pinjaman dari badan layanan umum Kementerian Kehutanan sebesar Rp 34 miliar untuk tambahan modal menanam tanaman trubusan dengan masa tenor pinjaman tiga tahun.
CEO Korean Western Power Co Ltd, You Dongsoo, menyambut baik kerja sama tiga perusahaan tersebut. Ia berharap, perjanjian tersebut dapat menguntungkan ketiga perusahaan. "Kerja sama ini akan menjadikan kami sebagai penyedia energi terbarukan berbasis palet kayu," kata Dongsoo pada kesempatan yang sama.
Jakarta (BERITASATU.COM)- Laporan terbaru yang dilansir Greenomics Indonesia mengungkapkan, raksasa Asia Pulp and Paper (APP) menipu publik dengan kampanye perlindungan hutan alamnya. Pasalnya, perusahaan tersebut telah lebih dulu membabat habis hutan alam di konsesinya sebelum kampanye itu digemakan.
“Kampanye APP adalah sesuatu yang licik. Sebab sebelum melansir kampanye perlindungan hutan alam, APP sudah menghabisi hutan alam yang ada dikonsesinya,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi di Jakarta, Rabu (20/3).
Dalam laporannya "Penipuan Penuh Seni APP”, yang dilansir 18 Maret 2013, Greenomics melakukan analisis spasial yang mengacu pada data deliniasi makro-mikro, rencana kerja usaha (RKU), dan rencana kerja tahunan (RKT) pada masing-masing konsesi APP dan pemasoknya.
Greenomics juga melakukan analisis berdasarkan rencana pemanfaatan bahan baku pabrik PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan PT Lontar Papyrus Pulp dan Paper (LPPP). Terbukti, dua pabrik pulp dan kertas APP tersebut akan memanfatkan sedikitnya 2 juta meter kubik kayu hutan alam tahun ini. Ironisnya, kayu hutan alam yang kini berada di tempat penampungan kayu APP adalah hasil penebangan yang dipercepat jelang peluncuran kampanye perlindungan hutan.
“Jadi mereka kebut penebangan hutan alam, sebelum kemudian memposisikan diri sebagai korporasi yang terdepan dalam perlindungan hutan alam,” papar dia.
Elfian menjelaskan, beberapa konsesi APP yang masih akan memasok kayu alam pada 2013, diantaranya PT Suntara Gajapati yang akan memasok (70.000 meter kubik), PT Ruas Utama Jaya (50.000 meter kubik), PT Bina Duta Laksana (20.000 meter kubik), PT Bumi Persada Permai (25.000 meter kubik), PT Tri Pupajaya (63.000 meter kubik), dan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (201.000 meter kubik)
Dalam laporannya, Greenomics menyatakan, sebagian besar kayu hutan alam tersebut dibabat pada awal Desember 2012 hingga jelang akhir Januari 2013. APP kemudian mengumumkan kampanye untuk tidak lagi menebang hutan alam mulai 1 Februari 2013.
Dengan fakta tersebut, Elfian justru meminta agar korporasi pengelola hutan di Indonesia tidak meniru langkah yang diambil APP.
“Jika langkah itu dilakukan sama artinya dengan percepatan pengundulan hutan alam di tanah air,” kata dia.
Pihaknya mengingatkan, perlindungan hutan yang dikampanyekan APP tidak bisa mengklaim hutan yang berada di kawasan lindung seperti sempadan sungai atau lahan dengan kelerengan curam dan areal yang harus dipertahankan sesuai dengan ketentuan deliniasi makro-mikro seperti ditetapkan Kementerian Kehutanan. Sebab, pengelola hutan lain di Indonesia juga melakukan hal yang sama.
“Jadi mereka tidak pantas mengaku yang terdepan sementara perusahaan yang lain juga melakukan hal sama karena memang diwajibkan oleh pemerintah,” ujar dia.
Elfian juga menyayangkan terlibatnya organisasi internasional dalam kampanye APP. Dia menilai, hal itu dimungkinkan karena minimnya data yang dimiliki organisasi tersebut. Dia berharap organisasi tersebut menghentikan kerjasama dengan APP sampai dilakukannya audit menyeluruh terhadap areal APP.
“Jika tidak, saya menduga ada sesuatu dibalik kerjasama tersebut,” jelas dia.
APP mengumumkan penghentian pembukaan hutan alam pada areal konsesi dan seluruh rantai pasokan bahan bakunya pada 5 Februari lalu menyusul dilansirnya Sustainability Roadmap APP Visi 2020 yang diluncurkan Juni 2012. Kebijakan tersebut lebih cepat dua tahun dari rencana pelaksanaan pada 2015.
“Kampanye APP adalah sesuatu yang licik. Sebab sebelum melansir kampanye perlindungan hutan alam, APP sudah menghabisi hutan alam yang ada dikonsesinya,” kata Direktur Eksekutif Greenomics Elfian Effendi di Jakarta, Rabu (20/3).
Dalam laporannya "Penipuan Penuh Seni APP”, yang dilansir 18 Maret 2013, Greenomics melakukan analisis spasial yang mengacu pada data deliniasi makro-mikro, rencana kerja usaha (RKU), dan rencana kerja tahunan (RKT) pada masing-masing konsesi APP dan pemasoknya.
Greenomics juga melakukan analisis berdasarkan rencana pemanfaatan bahan baku pabrik PT Indah Kiat Pulp and Paper (IKPP) dan PT Lontar Papyrus Pulp dan Paper (LPPP). Terbukti, dua pabrik pulp dan kertas APP tersebut akan memanfatkan sedikitnya 2 juta meter kubik kayu hutan alam tahun ini. Ironisnya, kayu hutan alam yang kini berada di tempat penampungan kayu APP adalah hasil penebangan yang dipercepat jelang peluncuran kampanye perlindungan hutan.
“Jadi mereka kebut penebangan hutan alam, sebelum kemudian memposisikan diri sebagai korporasi yang terdepan dalam perlindungan hutan alam,” papar dia.
Elfian menjelaskan, beberapa konsesi APP yang masih akan memasok kayu alam pada 2013, diantaranya PT Suntara Gajapati yang akan memasok (70.000 meter kubik), PT Ruas Utama Jaya (50.000 meter kubik), PT Bina Duta Laksana (20.000 meter kubik), PT Bumi Persada Permai (25.000 meter kubik), PT Tri Pupajaya (63.000 meter kubik), dan PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa (201.000 meter kubik)
Dalam laporannya, Greenomics menyatakan, sebagian besar kayu hutan alam tersebut dibabat pada awal Desember 2012 hingga jelang akhir Januari 2013. APP kemudian mengumumkan kampanye untuk tidak lagi menebang hutan alam mulai 1 Februari 2013.
Dengan fakta tersebut, Elfian justru meminta agar korporasi pengelola hutan di Indonesia tidak meniru langkah yang diambil APP.
“Jika langkah itu dilakukan sama artinya dengan percepatan pengundulan hutan alam di tanah air,” kata dia.
Pihaknya mengingatkan, perlindungan hutan yang dikampanyekan APP tidak bisa mengklaim hutan yang berada di kawasan lindung seperti sempadan sungai atau lahan dengan kelerengan curam dan areal yang harus dipertahankan sesuai dengan ketentuan deliniasi makro-mikro seperti ditetapkan Kementerian Kehutanan. Sebab, pengelola hutan lain di Indonesia juga melakukan hal yang sama.
“Jadi mereka tidak pantas mengaku yang terdepan sementara perusahaan yang lain juga melakukan hal sama karena memang diwajibkan oleh pemerintah,” ujar dia.
Elfian juga menyayangkan terlibatnya organisasi internasional dalam kampanye APP. Dia menilai, hal itu dimungkinkan karena minimnya data yang dimiliki organisasi tersebut. Dia berharap organisasi tersebut menghentikan kerjasama dengan APP sampai dilakukannya audit menyeluruh terhadap areal APP.
“Jika tidak, saya menduga ada sesuatu dibalik kerjasama tersebut,” jelas dia.
APP mengumumkan penghentian pembukaan hutan alam pada areal konsesi dan seluruh rantai pasokan bahan bakunya pada 5 Februari lalu menyusul dilansirnya Sustainability Roadmap APP Visi 2020 yang diluncurkan Juni 2012. Kebijakan tersebut lebih cepat dua tahun dari rencana pelaksanaan pada 2015.
Selasa, 19 Maret 2013
Bagi Pemegang IUPHHK-HT, Pemegang Hak Pengelolaan, Dinas Kehutanan Provinsi, DInas Kehutanan Kabupaten dan BP2HP se-Indonesia undangan Workshop Evaluasi Kinerja HTI dapat didownload pada link dibawah ini.
Download
Download
Jumat, 15 Maret 2013
Direktorat Bina Usaha Hutan Tanaman akan menyelenggarakan Workshop Evaluasi Kinerja Hutan Tanaman Industri yang akan dilaksanakan pada :
Hari / Tgl : Rabu-Kamis, 27-28 Maret 2013
Tempat : Hotel Ciputra Jl. S. Parman Jakarta
Undangan : Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BP2HP, Pemegang IUPHHK-HT, Pemegang Hak Pengelolaan, LP-PHPL
Hari / Tgl : Rabu-Kamis, 27-28 Maret 2013
Tempat : Hotel Ciputra Jl. S. Parman Jakarta
Undangan : Dinas Kehutanan Provinsi, Dinas Kehutanan Kabupaten, BP2HP, Pemegang IUPHHK-HT, Pemegang Hak Pengelolaan, LP-PHPL
Kamis, 14 Maret 2013
Menjelang tibanya 30 tahun hari Bhakti Rimbawan pada tanggal 16 Maret 2013, Kementerian Kehutanan menyelenggarakan berbagai lomba untuk memeriahkan acara dimaksud antara lain pertandingan olahraga : futsal, tenis meja, tenis lapangan, upacara bendera, tari sajojo dan lomba hiburan seperti balap bakiak, balap karung dan titian bambu.
Peringatan hari Bhakti Rimbawan ke-30 ini mengambil tema "Memperkokoh Jiwa Korsa Rimbawan dalam Mewujudkan Pelayanan Prima”. Puncak peringatan hari Bhakti Rimbawan yang ke-30 akan diadakan dengan Upacara Bendera pada tanggal 18 Maret 2012 yang akan dipimpin oleh Menteri Kehutanan RI.
Peringatan hari Bhakti Rimbawan juga diperingati oleh seluruh jajaran Rimbawan di seluruh Indonesia baik yang berada di Pusat maupun di daerah.
Salam Rimbawan.
Peringatan hari Bhakti Rimbawan ke-30 ini mengambil tema "Memperkokoh Jiwa Korsa Rimbawan dalam Mewujudkan Pelayanan Prima”. Puncak peringatan hari Bhakti Rimbawan yang ke-30 akan diadakan dengan Upacara Bendera pada tanggal 18 Maret 2012 yang akan dipimpin oleh Menteri Kehutanan RI.
Peringatan hari Bhakti Rimbawan juga diperingati oleh seluruh jajaran Rimbawan di seluruh Indonesia baik yang berada di Pusat maupun di daerah.
Salam Rimbawan.
Langganan:
Postingan (Atom)