Senin, 10 Maret 2014

Kebutuhan dunia akan energi semakin meningkat, karena semakin naiknya tingkat pertumbuhan ekonomi dunia akan turut meningkatkan konsumsi energi. Kementerian ESDM dalam BP Statistik Review of World Energy melaporkan bahwa konsumsi energi dunia pada tahun 2010 sebesar 5,6% yang merupakan pertumbuhan terkuat sejak tahun 1971 yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 4,6%. Pemenuhan energi dunia saat ini masih didominasi oleh penggunaan energi berbahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan gas alam yang sifatnya tidak ramah lingkungan dan tidak dapat diperbaharui. Meningkatnya permintaan akan energi berbahan bakar fosil berbanding terbalik dengan persediaannya yang cenderung semakin menipis. Meningkatnya penggunaan energi berbahan bakar fosil juga akan semakin meningkatkan emisi CO2 ke udara. Meningkatnya emisi CO2 adalah penyebab terbesar perubahan iklim dan merupakan pengukuran pemanasan global di masa depan. Hal ini semakin menunjukan fakta bahwa perlu segera mengurangi penggunaan energi berbahan bakar fosil dan mencari alternatif sumber energi lainnya yang ramah lingkungan.
Salah satu energi alternatif yang saat ini sedang giat dikembangkan oleh negara-negara maju adalah sumber energi berbasis biomassa. Salah satu produk sumber energi biomassa yang dapat menggantikan bahan bakar padat seperti batubara diantaranya adalah wood pellets. Wood pellet adalah energi alternatif terbarukan, bersih, mudah didapat, netral dari unsur karbon, memiliki diameter 6-10 mm, panjang 10-30 mm, memiliki kepadatan rata-rata 650 Kg/m3, kadar abu rendah (0,5%) dan mengandung energi 4,7 kWh/kg hampir setara dengan batu bara.
Penggunaan wood pellets sebagai energi pertama kali digunakan di Swedia pada tahun 1980-an dimana wood pellets digunakan sebagai pemanas pada pembangkit listrik di banyak perkotaan yang menggantikan peran minyak bumi menjadi pembakaran kayu yang dikombinasikan dengan batubara. Saat ini sekitar 200 pabrik menggunakan biomassa dimana sebagian besar menggunakan wood pellets sebagai bahan bakarnya (IEA, 2011).

Di Austria penggunaan wood pellets sebagai pemanas diperkenalkan sejak tahun 1990-an, seperti di Swedia Denmark juga menggunakan wood pellets sejak tahun 80-an. Penggunaan woods pellets sebagai sumber energi ramah lingkungan selanjutnya menyebar ke negara Eropa lainnya, kemudian ke Kanada dan Amerika Serikat. Berdasarkan laporan IEA pertumbuhan pasar wood pellets dunia mengalami pertumbuhan besar dalam lima tahun, pada tahun 2006 produksi wood pellets diperkirakan sekitar 6-7 juta ton (diluar Asia, Amerika Latin dan Australia) dan pada tahun 2010 mencapai 14,3 juta ton termasuk negara-negara tersebut sementara konsumsinya mendekati 13,5 juta ton, berarti tercatat kenaikan lebih dari 110% dari tahun 2006 (IEA, 2011).

Di Asia penggunaan wood pellets sebagai bahan bakar dimulai Jepang dan Korea Selatan. Kebutuhan energi Korea Selatan untuk konsumsi domestik 97% tergantung pada minyak bumi, gas alam dan batubara dari luar negeri. Dari total konsumsi energi tersebut yang bersumber dari energi yang dapat diperbaharui hanya 2%. Dalam rangka mengurangi tingkat emisi CO2 dan mengurangi banyaknya ketergantungan bahan bakar fosil dari negara lain, selanjutnya pemerintah Korea Selatan membuat dorongan kebijakan penggunaan energi yang dapat diperbaharui menjadi 6,1% tahun 2020 dan 11,5% tahun 2030. Salah satu penggunaan energi yang dapat diperbaharui di Korea Selatan adalah wood pellets. Mengingat bahwa 67% kawasan nasional Korea Selatan adalah hutan yang merupakan sumber biomassa kayu yang melimpah, pemerintah Korea Selatan akan membangun pabrik wood pellets di 11 lokasi sebelum 2009 dan 22 unit pada tahun 2011 untuk mengantisipasi permintaan wood pellets 400.000 tons tahun 2011 dan 750.000 tons tahun 2012. Tetapi kebutuhan wood pellets untuk energi listrik diprediksi mencapai 2,88 juta tons pada tahun 2020 dengan total permintaan diperkirakan meningkat tajam menjadi 5 juta tons. Sampai dengan tahun 2011 kemampuan dalam negeri Korea Selatan untuk menyediakan wood pellets hanya 1 juta tons pada tahun 2011, kekurangan sebesar 4 juta ton akan ditutupi melalui impor sampai dengan tahun 2020. Impor wood pellets Korea Selatan sebesar 7.000 tons tahun 2008, 12.000 tons tahun 2009, dan sekitar 21.000 ton pada tahun 2010 (ABO, 2011 ).

Kebutuhan energi Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional mengalami kenaikan hingga 8 persen per tahun. Angka tersebut dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6 persen per tahun serta angka pertumbuhan penduduk hingga satu persen atau tiga juta per tahun. Dengan penambahan kebutuhan energi sebesar itu, diperkirakan 2014 kebutuhan BBM Indonesia mencapai 120 juta barel per tahun dan 165 juta barel per tahun pada 2015. Kondisi produksi BBM Indonesia saat ini mencapai 830 ribu barel per hari. Sementara, yang bisa diolah hanya 650 ribu barel per hari dan kapasitas kilang hanya 1,1 juta barel. Sehingga, Indonesia setiap harinya harus impor 500 ribu barel atau 60-70 juta dolar per hari untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Jika hal tersebut terus dibiarkan, maka kerugian Indonesia akan semakin besar. Di satu sisi kebutuhan akan terus meningkat, di sisi lain produksi BBM tidak bisa menjadi sumber energi selamanya (Sindonews, 16/12/2013).

Sumber :
Siaran pers Kementrian Kehutanan N0. 108/PIK-1/2010
www.raswinmania.com/pengolahan-limbah-kayu-menjadi-wood-pellet
http://aguraforestry.wordpress.com/2013/11/27/pengembangan-pelet-kayu-(wood pellet)-sebagai-sumber-energi-terbarukan-rendah-emisi-di-indonesia-(bag-1)
http://www.asiabiomass.jp/english/topics/1211_03.html
Global Wood Pellets Industry Market and Trade Study, IEA Bioenergy (Task 40 : Suistainable International Bioenergy trade), 2011
http://ekbis.sindonews.com/read/2013/12/16/34/817377/wamen-esdm-kebutuhan-bbm-naik-8-per-tahun

Posted by Nukil On 00.57 No comments READ FULL POST
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Youtube

    Blogger news

    Blogroll

    About